Bagian paling utama dari sebuah sistem pada kamera adalah lensa. Kualitas hasil foto yang dibuat oleh kamera terlebih dahulu ditentukan oleh faktor lensa yang baik, barulah selebihnya diolah oleh sensor dan sistem prosesor gambar pada kamera. Sayangnya saat seseorang menilai baik tidaknya sebuah kamera, faktor lensa justru jadi unsur yang sering terlewatkan, seakan-akan tiap lensa pada kamera adalah sama saja. Seseorang akan lebih cenderung mengejar resolusi yang tinggi, kemampuan ISO tinggi dan sebagainya daripada mencari tahu seberapa baik lensa yang terdapat pada sebuah kamera. Tidak salah memang, karena resolusi adalah faktor yang bisa mengangkat gengsi sebuah kamera, dan jadi hal pertama yang selalu ditanya oleh setiap orang yang melihat kamera kita. Namun setidaknya, dengan mengenal bagaimana lensa yang baik dan apa saja keterbatasannya, kita bisa lebih mengerti kemampuan dari kamera yang kita miliki.
Berikut
adalah istilah-istilah yang sering digunakan saat kita membahas soal lensa pada
kamera :
·
Panjang fokal (focal length) :
Menentukan bidang gambar yang dapat diambil oleh kamera. Untuk mengambil bidang
gambar yang luas dan lebar, lensa yang digunakan adalah lensa wide (dibawah
35mm). Untuk mendapat gambar dengan sudut pandang normal digunakan lensa normal
(sekitar 50mm) dan untuk keperluan mengambil gambar yang jauh diperlukan lensa
tele (diatas 100mm). Bila lensa hanya memiliki satu jarak fokal saja disebut
lensa fix (tetap), sementara bila fokal lensa bisa berubah disebut lensa zoom.
Kemampuan zoom lensa diukur dengan membandingkan tele maksimum terhadap wide
maksimum, contoh bila lensa zoom dengan spesifikasi panjang fokal wide 28mm dan
tele 280mm, maka disebut dengan lensa zoom 10x (atau 280 dibagi 28).
·
Kecepatan lensa (lens speed) : Tiap lensa
memiliki diafragma yang bertugas mengatur banyaknya cahaya yang bisa melewati
lensa. Diafragma bisa membesar dan mengecil sesuai nilai aperture yang
ditentukan, dinyatakan dengan nilai f. Untuk memudahkan, ingatlah bahwa bukaan
besar memiliki nilai f kecil, dan sebaliknya (bukaan kecil punya nilai f
besar). Jadi f/3.5 adalah lebih besar dari f/8. Semakin besar bukaan lensa,
semakin banyak cahaya yang bisa dimasukkan melalui lensa, dan memungkinkan
pemakaian shutter pada kamera yang semakin cepat. Tiap lensa memiliki bukaan
maksimum yang berbeda-beda, bisa amat besar (f/1.4) hingga yang lebih kecil
(f/4). Oleh karena itu lensa yang memiliki bukaan besar disebut lensa cepat
(bisa memakai shutter cepat) dan lensa yang bukaan labih kecil disebut lensa
lambat, karena umumnya sering memaksa kamera memakai shutter yang lebih
lambat.
·
Ketajaman lensa (sharpness) : Menjadi
faktor penentu dari hasil foto yang baik, biasanya tidak ada ukuran pasti soal
ketajaman, namun dengan melihat hasil uji dari review kamera/lensa terhadap
test chart, bisa diketahui ketajaman sebuah lensa. Lensa yang baik idealnya
haruslah memberi ketajaman yang seragam pada seluruh bidang gambar, baik di
tengah ataupun di tepi/sudut. Demikian pula ketajaman pada lensa zoom, idealnya
harus tetap tajam baik pada saat wide atapun saat tele maksimum.
·
Distorsi lensa (lensa distortion) :
Adalah suatu fenomena penyimpangan optik yang tidak bisa dihindari karena lensa
akan cenderung membengkokkan bidang gambar yang lurus, utamanya saat posisi
wide atau tele. Distorsi saat wide biasa disebut barrel distortion (garis
lurus menjadi melengkung keluar) dan disaat tele disebut pincushion (garis
lurus menjadi melengkung ke dalam). Namun lensa masa kini telah dilengkapi
dengan elemen lensa khusus untuk mengurangi cacat lensa yang mungkin terjadi.
Istilah lain yang biasa dipakai dalam menilai lensa adalah vignetting, purple
fringing, lens flare, dan bokeh.
Sedangkan
yang ini adalah fakta soal lensa :
·
Lensa memiliki banyak
elemen di dalamnya. Semakin banyak elemen, jalur lintasan cahaya akan makin
rumit dan cenderung menurunkan kualitas dan ketajaman lensa. Maka itu tidak ada
dalam sejarah lensa zoom bisa menyamai ketajaman lensa fix, karena banyaknya
elemen yang dimiliki sebuah lensa zoom.
·
Lensa wide akan selalu
mengalami penyimpangan/distorsi. Untuk itu jangan paksakan memakai lensa wide
untuk memotret wajah orang, karena nanti akan tampak bulat dan gendut. Juga
hindari memakai lensa wide untuk memotret garis yang lurus.
·
Ketajaman lensa tidak
selalu sama. Ketajaman lensa akan berkurang saat diafragma dibuka maksimal atau
dikecilkan minimal (efek difraksi lensa). Lensa zoom pun akan mengalami
penurunan ketajaman saat dipakai di posisi tele. Untuk mendapat ketajaman
terbaik, gunakan panjang fokal wide hingga normal, dan gunakan nilai diafragma
tengah-tengah (sweet spot) sekitar f/5.6 hingga f/8. Bagian tengah lensa selalu
lebih tajam dari bagian tepi / sudut. Lensa yang baik memiliki ketajaman yang
masih lumayan baik di sudutnya, dan lensa yang buruk akan mengalami penurunan
ketajaman yang parah di bagian sudutnya, istilahnya corner bluriness.
·
Bukaan diafragma
maksimal pada lensa zoom bisa berubah. Demi menghindari desain lensa yang
rumit, kebanyakan lensa zoom memiliki ciri bukaan diafragma maksimal akan
berbeda pada panjang fokal yang berbeda. Perhatikan tulisan pada lensa,
contohnya lensa 35-105mm f/2.8-4.5 artinya “pada posisi wide 35mm, bukaan maksimalnya
adalah f/2.8, sementara pada posisi tele maksimum 105mm, bukaan maksimalnya
turun hingga f/4.5“
·
Lensa super zoom banyak
mengalami kompromi. Awalnya tidak ada lensa yang memiliki rentang fokal
ekstrim, yang bisa mengakomodir kebutuhan sangat wide hingga sangat tele dalam
sebuah lensa. Namun kebutuhan pasar dan persaingan antar merk akhirnya
menjadikan produsen terpaksa membuat lensa yang serba-bisa (sapujagad) hingga
saat ini ada kamera yang lensanya 36x zoom. Lensa semacam ini banyak kompromi
terhadap kualitas dan ketajaman, demi memenuhi ambisi mendapat rentang fokal
yang panjang.
Sumber : Klik Disini
No comments:
Post a Comment