A. MANUSIA SEBAGAI MAKLUK INDIVIDUPengertian manusia sebagai makhluk individu mengarah kepada karakteristik khas yang dimiliki manusia sebagai makhluk hidup yang membedakan dirinya dengan makhluk hidup yang lain, serta dengan manusia yang lain. Karakter khas yang dimiliki setiap manusia, dan berbeda dengan manusia yang lain ini meiliputi fisik, kepribadian, yaitu sifat khas yang dimiliki seseorang, sifat, sikap, temperamen, watak (karakter), tipe, dan minat. Dalam hal tertentu, setiap manusia adalah sama seperti semua manusia yang lain, sama seperti beberapa manusia lain dan berbeda dengan manusia lain.
Bilamana diperhatikan, dalam kondisi normal kelengkapan fisik dan fungsinya dari setiap manusia adalah sama, diantaranya setiap manusia mempunyai hidung, mulut, telinga, rambut, mata dan sebagainya. Namun diketahui pula bahwa hidung, mulut, telinga, rambut, mata setiap manusia berbeda, walaupun yang bersangkutan adalah bersaudara kandung atau saudara kembar sekalipun.
Demikian halnya dengan kepribadian, ditinjau dari segi fisik, masih sering ditemukan adanya kesamaan antar manusia, tetapi dari kepribadian, tidak ada manusia yang mempunyai kepribadian sama, walaupun yang bersangkutan dilahirkan kembar.
Keberbedaan yang dimiliki oleh setiap manusia, menjadi kekhasan yang melekat pada diri manusia yang bersangkutan, dan menjadi identitas dari yang bersangkutan, serta yang membedakan dengan manusia yang lainnya. Karakter yang khas ini mempengaruhi kebutuhan manusia dan cara-cara yang dilakukan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Kharakteristik khas ini dimiliki oleh setiap manusia, tetapi tiap manusia memiliki kekhasan yang berbeda. Misalnya saja, setiap manusia membutuhkan makanan, tetapi tidak setiap manusia memerlukan nasi untuk memenuhi kebutuhan makanannya, karena ada manusia makanannya dari roti, sagu, dan jagung, bahkan dari umbi-umbian. Demikian halnya dengan jumlahnya. Coba perhatikan teman-teman kita, apakah ada perbedaan banyaknya makan? Inilah yang menyebabkan manusia itu dikategorikan sebagai makluk individu.
Sebagai makhluk individu, manusia mempunyai keinginan, kebutuhan, kebiasaan, cita-cita yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, walaupun mereka saudara kandung, bertempat tinggal di lokasi yang sama, dan tidur atau sekolah di tempat yang sama. Oleh karena itu, mereka mempunyai kebiasaan, keinginan, kebutuhan, serta sikap dan perilaku yang berbeda dengan kita dalam suatu hal, tetapi sama dalam hal yang lain.
B. MANUSIA SEBAGAI MAKLUK SOSIALManusia selain sebagai makhluk individu, manusia juga disebut sebagai makhluk sosial. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia yang lain, selanjutnya interaksi ini berbentuk kelompok. Kemampuan dan kebiasaan manusia berkelompok ini disebut juga dengan zoon politicon.
Istilah manusia sebagi zoon politicon pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles yang artinya manusia sebagai binatang politik. Manusia sebagai insan politik atau dalam istilah yang lebih populer manusia sebagai zoon politicon, mengandung makna bahwa manusia memiliki kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas, seperti negara. Sebagai insan politik, manusia memiliki nilai-nilai yang bisa dikembangkan untuk mempertahankan komunitasnya.
Argumen yang mendasari pernyataan ini adalah bahwa manusia sebagaimana binatang, hidupnya suka mengelompok. Hanya sifat mengelompok antara manusia dan binatang berbeda, hewan mengandalkan naluri, sedangkan manusia berkelompok dilakukan melalui proses belajar dengan menggunakan akal pikirannya. Sifat berkelompok pada manusia didasari pada kepemilikan kemampuan untuk berkomunikasi, mengungkapkan rasa dan kemampuan untuk saling bekerjasama. Selain itu juga adanya kepemilikan nilai pada manusia untuk hidup bersama dalam kelompok, antara lain: nilai kesatuan, nilai solidaritas, nilai kebersamaan dan nilai berorganisasi (Priyanto, 2002).
Nilai adalah prinsip-prinsip dasar yang dianggap paling baik, paling bermakna, paling berguna, paling menguntungkan, dan paling dapat mendatangkan kebiasaan bagi manusia. Nilai kesatuan mengandung makna bahwa komunitas politik merupakan kumpulan orang-orang yang memiliki tekad untuk bersatu dan komunitas politik hanya terwujud apabila ada persatuan. Nilai solidaritas mengandung makna bahwa hubungan antar manusia dalam komunitas politik bersifat saling mendukung dan selalu membuka kesempatan untuk bekerja sama dengan manusia yang lain. Nilai kebersamaan mengandung arti komunitas politik merupakan wadah bagi mereka untuk mewujudkan tujuan hidup yang diidam-idamkan. Nilai organisasi mengandung makna bahwa komunitas politik yang dibangun manusia, mengatur dirinya dalam bentuk pengorganisasi yang memungkinkan tiap-tiap menudia mengambil perannya.
Aktualisasi manusia sebagai makluk sosial, tercermin dalam kehidupan berkelompok. Manusia selalu berkelompok dalam hidupnya. Berkelompok dalam kehidupan manusia adalah suatu kebutuhan, bahkan bertujuan. Tujuan manusia berkelompok adalah untuk meningkatkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya. Apapun bentuk kelompoknya, disadari atau tidak, manusia berkelompok mempunyai tujuan meningkatkan kebahagiaan hidupnya. Melalui kelompok manusia bisa memenuhi berbagai macam kebutuhan hidupnya, bahkan bisa dikatakan kebahagiaan dan keberdayaan hidup manusia hanya bisa dipenuhi dengan cara berkelompok. Tanpa berkelompok tujuan hidup manusia yaitu mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan tidak akan bisa tercapai.
Manusia merupakan makluk individu dan sekaligus sebagai makluk sosial. Sebagai makluk sosial manusia selalu hidup berkelompok dengan manusia yang lain. Perilaku berkelompok (kolektif) pada diri manusia, juga dimiliki oleh makluk hidup yang lain, seperti semut, lebah, burung bangau, rusa, dansebagainya, tetapi terdapat perbedaan yang esensial antara perilaku kolektif pada diri manusia dan perilaku kolektif pada binatang.
Kehidupan berkelompok (perilaku kolektif) binatang bersifat naluri, artinya sudah pembawaan dari lahir, dengan demikian sifatnya statis yang terbentuk sebagai bawaan dari lahir. Contoh bentuk rumah lebah, sejak dahulu sampai sekarang tidak ada perubahan, demikian halnya dengan rumah semut dan hewan lainnya. Sebaliknya perilaku kolektif manusia bersifat dinamis, berkembang, dan terjadi melalui proses belajar (learning process).
Berkelompok dalam kehidupan manusia juga merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi. Beberapa kebutuhan hidup manusia yang dapat dipenuhi melalui kehidupan berkelompok antara lain: komunikasi, keamanan, ketertiban, keadilan, kerjasama, dan untuk mendapatkan kesejahteraan. Kehidupan berkelompok manusia tercermin dalam berbagai bentuk, mulai dari kelompok yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir.
Kehendak untuk hidup berkelompok pada diri manusia merupakan suatu perilaku yang lahir secara spontan, relatif tidak terorganisasi, dan hampir tidak diduga sebelumnya, proses kelanjutannya tidak terencana, dan hanya tergantung kepada stimulasi timbal balik yang muncul dikalangan para pelakunya (Horton, 1993). Terhadap pernyataan ini, sering ditemukan adanya pengelompokkan manusia yang semula teratur dan tertib, tiba-tiba berubah tanpa rencana, tanpa sebab, dan tanpa arah menjadi kerumunan yang menimbulkan kekacauan sosial dan pengrusakan. Seperti kasus demonstrasi, suporter sepakbola, dan tawuran yang sering terjadi di kalangan pelajar atau masyarakat baik di Indonesia maupun di negara-negara diluar Indonesia.
Perilaku berkelompok (perilaku kolektif) pada manusia karena terjadi melalui proses belajar menyebabkan munculnya beragam jenis, diantaranya: perilaku kerumunan (crowd), perilaku massa, gerakan sosial, perilaku dalam bencana, gerombolon, kericuhan (panics), desasdesus, keranjingan, gaya (fad), model (fashions), propaganda, pendapat umum, dan revolusi (Horton, 1993).
- kesesuaian struktural (structural conducivenes), yaitu struktur sosial masyarakat dapat menjadi faktor penunjang atau penghambat munculnya perilaku berkelompok manusia, dalam kenyataannya masyarakat tradisional yang sederhana lebih sulit melahirkan perilaku berkelompok dibandingkan dengan masyarakat modern;
- ketegangan struktural (structural strain), yaitu pencabutan hak dan kekhawatiran akan hilangnya sesuatu sebagai penyebab timbulnya perilaku berkelompok manusia, perasaan adanya ketidakadilan mendorong banyak orang untuk melakukan tindakan ekstrim, kelas sosial bawah, kelompok minoritas tertekan, kelompok yang hasil jerih payahnya terancam, serta kelompok sosial atas yang khawatir akan kehilangan hak-hak istimewanya merupakan manusia yang secara struktural berkemungkinan melahirkan perilaku kolektif;
- kemunculan dan penyebaran suatu pandangan atau ajaran bisa menjadi pemicu munculnya perilaku kolektif manusia, hal ini dikarenakan sebelum perilaku tersebut muncul manusia harus memiliki pandangan yang sama mengenai sumber ancaman, jalan keluar, dan cara pencapain jalan keluar tersebut atas permasalahan hidup yang dihadapinya;
- adanya faktor pemercepat (precipitating factors) yaitu perilaku, ucapan dan gerak yang menjadi pemicu munculnya perilaku kolektif, contoh: desas-desus dan isyu bisa menjadi alasan pemercepat munculnya perilaku kolektif, teriakan “polisi bangsat” “bakar” “habisi” dan sebagainya pada kelompok masyarakat yang sedang demo bisa menjadi pemercepat gerakan merusak dan melawan serta kerusuhan, seseorang yang tiba-tiba lari dalam suatu kerumunan bisa menjadi pemicu timbulnya kericuhan dan kekacauan sosial;
- mobilitas tindakan, perilaku kolektif manusia sering dikoordinir oleh pemimpin kelompok, pemimpin atau koordinator yang memulai, menyarankan dan mengarahkan suatu kegiatan kolektif manusia; dan (6) kontrol sosial masyarakat, semua perilaku kolektif manusia baik yang merusak maupun yang membangun pada dasarnya banyak dipengaruhi oleh kinerja dari lembaga kontrol sosial masyarakat seperti pemimpin, polisi, propaganda, kebijakan pemerintah, legislatif, yudikatif, dan berbagai lembaga kontrol sosial lain yang ada dalam masyarakat.
Kelompok dalam kehidupan manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga (3) besar, yaitu yang paling kecil namanya keluarga, paling besar dan paling ideal namanya negara, diantara keluarga dan negara ada berbagai macam kelompok atau organisasi, baik yang formal maupun yang tidak formal, seperti orang-orang yang bergerombol, kumpul-kumpul, berkelompok di poskamling, arisan, yayasan, Perseroan Terbatas (PT), organisasi massa (ormas), Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, partai politik (parpol), remaja masjid (remas), Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dan sebagainya.
Aktualisasi manusia sebagai zoon politicon tercermin dalam kehidupan bernegara. Negara dalam pemikiran Aristoteles merupakan suatu persekutuan hidup politik (Rapar, 2001). Hal ini mengandung makna: (1) sebagai persekutuan hidup politik, negara bukan hanya sebagai instrumen, atau bukan hanya sebagai organisasi yang teratur, melainkan suatu persekutuan hidup yang menunjukkan adanya suatu hubungan yang bersifat organik, saling berhubungan antar warga negara; (2) sebagai persekutuan hidup, menunjukkan adanya suatu hubungan antar manusia yang khusus, erat, akrab, mesra dan lestari di antara warga negara; (3) selaras dengan konsep negara sebagai persekutuan hidup politik, Plato menegaskan bahwa negara merupakan keluarga. Apabila warga negara dapat memahami, menghayati dan mengamalkan makna serta tuntutan hakekat negara sebagai satu keluarga, maka kesatuan dan keutuhan hidup bernegara akan tercipta dan terpelihara dengan baik; dan (4) negara sebagai persekutuan hidup berbentuk polis.
Negara merupakan bentuk persekutuan hidup atau pengelompokkan manusia yang paling tinggi, memiliki tujuan yang paling tinggi, paling jelas, paling mulia dan paling luhur bila dibandingkan dengan tujuan yang dimiliki oleh persekutuan hidup lainnya. Negara bahkan secara sistimatis dan berkesinambungan selalu berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia yang menjadi warga negaranya. Hal ini tercermin dalam setiap program kerja dan aktifitas yang dilakukan negara, atau biasa dikenal dengan sebutan pembangunan.
Keberadaan dan terbentuknya negara bukan untuk negara itu sendiri. Tujuan akhir negara bukan untuk dirinya sendiri melainkan untuk manusia yang menjadi warga negaranya. Oleh sebab itu, kendati negara
merupakan persekutuan hidup yang berada di jenjang paling atas dan karena itu berdaulat, namun gagasan negara ideal bukanlah negara absolut, kekuasaan negara tidak bersifat mutlak, negara adalah untuk manusia dan kesejahteraan hidup manusia.
Negara adalah suatu bentuk persekutuan hidup yang paling tinggi, karena memiliki tujuan yang paling tinggi, yaitu kebaikan yang tertinggi bagi manusia. Hal ini berarti negara harus senantiasa mengupayakan serta menjamin adanya kebaikan yang seoptimal mungkin bagi warga negaranya, baik secara kualitas maupun kuantitas. Biasanya tujuan negara itu tercantum dengan tegas dalam konstitusi negara.
Di dalam negara, manusia yang menjadi warga negaranya harus dapat menikmati kehidupan yang aman dan tenteram. Oleh karena itu, negara harus dapat melindungi warga negaranya dari berbagai serangan dari luar, juga harus dapat melindungi warga negaranya dari berbagai gangguan yang berasal dari dalam negara seperti ketidakteraturan dan ketidaktertiban. Negara harus mengupayakan dan menjamin sebesar-besarnya kesejahteraan bersama warga negaranya, karena hanya di dalam kesejahteraan bersama itulah, kesejahteraan individual dapat diperoleh.
Negara ideal adalah negara yang memanusiakan manusia. Manusia hanya menjadi manusia apabila ia hidup di dalam negara (berkelompok), karena di luar negara hanya ada makhluk hidup di bawah manusia atau yang di atas manusia. Oleh karena itu, negara ada dan terbentuk bukan sekedar agar manusia hidup di dalamnya, tetapi agar manusia itu benar-benar memanusia di dalam negara dan lewat hidup bernegara. Di dalam dan lewat hidup bernegara, manusia dimampukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang semaksimal mungkin. Hal ini berarti bahwa di dalam negara, manusia seharusnya dapat mencapai tingkat kebajikan yang tertinggi.
Keberhasilan manusia untuk mencapai tingkat kebajikan yang tertinggi haruslah lewat moralitas yang terpuji, karena hanya dengan moralitas yang demikian itulah yang membedakan manusia dari makhluk hidup yang lainnya.
Negara yang memanusiakan manusia, berarti negara ada dan terbentuk agar manusia dapat mencapai kesempurnaan, yaitu kehidupan dalam tingkat kebajikan yang paling tinggi yang sesuai dengan kodratnya. Melalui negara dimaksudkan agar setiap warganya dapat meraih kesejahteraan material, spiritual dan intelektual, sebagai perwujudan dari terwujudnya manusia seutuhnya.
Kepribadian oleh para ahli diberi pengertian yang sangat beragam, tergantung dari sisi mana ahli tersebut memandangnya. Kondisi ini mengakibatkan munculnya beranekaragam pengertian kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan Allport (1937) menemukan hampir 50 definisi kepribadian berbeda, yang digolongkannya ke dalam sejumlah kategori (Supratiknya, 1995). Oleh karena itu kita harus bisa memahami makna kepribadian tersebut dalam berbagai macam sisi sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupinya.
C. KEPRIBADIAN
Istilah kepribadian, ada yang memaknai sebagai keterampilan atau kecakapan sosial yang baik. Kepribadian individu dinilai berdasarkan kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi positif dari berbagai orang dalam berbagai keadaan (Supratiknya, 1995).
Berdasarkan pengertian ini, lembaga-lembaga pendidikan yang mengkhususkan menyiapkan orang memasuki dunia glamour, selebritis, atau modelling mengartikan istilah tersebut ketika menawarkan kursus-kursus "latihan pembentukan kepribadian". Lembaga pendidikan ini bertujuan menyiapkan anak didik untuk meningkatkan kemampuan, kecakapan dan keterampilan dalam berinteraksi dengan manusia yang lain sehingga tercipta suatu interaksi sosial yang baik di antara mereka.
Makna tersebut juga berarti sama, ketika seorang guru menyebut seorang siswanya memiliki masalah kepribadian, dikarenakan tidak bisa berperilaku yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Mungkin guru tersebut bermaksud mengatakan bahwa keterampilan sosial siswa itu kurang memadai untuk memelihara hubungan dengan sesama manusia, sehingga tercipta hubungan yang memuaskan dengan sesama.
Kepribadian juga diartikan sebagai sifat hakiki seseorang yang tercermin pada sikap dan perilakunya yang membedakan dirinya dengan orang lain. Mc Leod (1989) sebagaimana yang dikutip Muhibbin Syah (2000) mengartikan kepribadian sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang, sifat, sikap, temperamen, watak (karakter), tipe, minat, dan pesona (topeng).
Sedangkan Sumadi Suryabrata (1983) mendefinisikan kepribadian sebagai suatu kebulatan yang terdiri dari aspek-aspek jasmaniah dan rohaniah, bersifat dinamik dalam hubungannya dengan lingkungan, khas (unik), berbeda dengan orang-orang lain, dan berkembang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam dan luar diri.
Pengertian lain dari kepribadian adalah sebagai kesan yang paling menonjol atau paling kentara yang ditunjukkan seseorang terhadap orang-orang lain. Maka, seseorang mungkin disebut memiliki "kepribadian agresif" atau "kepribadian penurut" atau "kepribadian penakut". Di situ pengamat memilih satu atribut atau kualitas yang paling khas pada subjek dan agaknya merupakan bagian penting dari keseluruhan kesan yang ditimbulkan pada orang-orang lain sehingga kepribadian orang tersebut dikenal dengan istilah tersebut. Jelas, ada unsur penilaian dalam kedua pemakaian istilah tersebut, yaitu dilukiskan sebagai baik atau buruk.
Allport memberi pengertian kepribadian dengan menyebutnya sebagai definisi bio-sosial dan definisi bio-fisik secara utuh. Definisi biososial mirip dengan pemakaian populer istilah kepribadian yang menyamakan kepribadian dengan "nilai stimulus sosial" individu. Reaksi individu-individu lain terhadap subjek itulah yang menetapkan kepribadian yang bersangkutan. Sedangkan definisi biofisik mengarah pada karakter fisik khas yang ada pada individu.
Allport keberatan dengan implikasi bahwa kepribadian hanya terletak dalam "diri orang lain yang merespon" dan mengemukakan bahwa definisi biofisik yang dengan kokoh menanamkan kepribadian dalam sifat-sifat atau kualitas-kualitas subjek jauh lebih disukai. Kepribadian secara biofisik memiliki segi organik maupun segi yang teramati, dan bisa dikaitkan dengan kualitas-kualitas spesifik individu yang bisa dideskripsikan secara objektif dan diukur (Supratiknya, 1995).
Definisi lain tentang kepribadian adalah definisi "rag-bag" atau omnibus. Definisi ini merumuskan kepribadian dengan cara enumerasi. Istilah kepribadian digunakan untuk mencakup segala sesuatu mengenai individu dan para ahli biasanya mendaftar konsep-konsep yang dianggap sangat penting untuk menggambarkan individu serta mengemukakan bahwa kepribadian terdiri dari konsep-konsep yang memberi tekanan utama pada fungsi integratif atau fungsi organisasi kepribadian.
Definisi tersebut menyatakan bahwa kepribadian merupakan organisasi atau pola yang diberikan kepada berbagai respon lepas individu, atau bahwa organisasi diakibatkan oleh kepribadian yang merupakan kekuatan aktif dalam diri individu. Kepribadian adalah sesuatu yang memberi tata-tertib dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah laku berbeda-beda yang dilakukan oleh individu. Sejumlah ahli memilih memberi tekanan pada fungsi kepribadian dalam menjembatani atau mengatur penyesuaian diri individu. Kepribadian mencakup usahausaha menyesuaikan diri yang beraneka ragam namun khas yang dilakukan oleh individu. Definisi lain menyatakan kepribadian disamakan dengan aspek-aspek unik atau khas dari tingkah laku. Dalam hal ini, kepribadian merupakan istilah untuk menunjukkan hal-hal khusus tentang individu dan yang membedakannya dari semua orang lain.
Koentjaraningrat (1986) dalam perspekif antropologi menjelaskan makna kepribadian dengan sebuah ilustrasi berikut: bilamana seorang ahli biologi mempelajari atau membuat suatu deskripsi mengenai sistem organisma dari suatu jenis atau species binatang, biasanya juga sekaligus mempelajari kelakuan binatang-binatang tersebut; dan deskripsi mengenai pola-pola kelakuan binatang-binatang itu, yaitu pola kelakuan mencari makan, menghindari ancaman bahaya, menyerang musuh, beristirahat, mencari betina pada masa birahi, bersetubuh, mencari tempat untuk melahirkan, memelihara dan melindungi keturunannya dan sebagainya. Pola kelakuan ini biasanya seragam pada binatang sejenis.
Berbeda halnya dengan makhluk manusia, pola-pola kelakuanyang berlaku untuk seluruh jenis manusia tidaklah seragam.,Koentjaraningrat menyebutnya dengan istilah homo sapiens, hampir tidak ada, bahkan untuk semua individu manusia yang termasuk satu ras pun, seperti misalnya ras Mongoid, ras Kaukasoid, ras Negroid, atau ras Australoid, tidak ada suatu sistem pola kelakuan yang seragam. Hal ini disebabkan kelakuan manusia tidak hanya timbul dari dan ditentukan oleh sistem organik biologinya saja, melainkan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh akal dan jiwanya, sedemikian rupa sehingga variasi pola kelakuan antara seorang individu dengan individu lainnya, dapat sangat besar. Bahkan, pola kelakuan tiap manusia secara individual sebenarnya unik dan berbeda dengan manusia-manusia lain. Karena itu para ahli antropologi, sosiologi, dan psikologi yang mempelajari kelakuan manusia ini juga tidak lagi bicara mengenai pola-pola kelakuan atau patterns of behavior dari manusia, melainkan mengenai pola-pola tingkah-laku, atau pola-pola tindakan (patterns of action) dari individu manusia.
Susunan unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan perbedaan tingkah-laku atau tindakan dari tiap-tiap individu manusia secara antropologis disebut dengan kepribadian (personality). Dalam bahasa populer, istilah "kepribadian" juga berarti ciri-ciri watak seseorang individu yang konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus.
Kalau dalam bahasa sehari-hari kita anggap bahwa seorang tertentu mempunyai kepribadian, memang yang biasanya kita maksudkan adalah bahwa orang tersebut mempunyai beberapa ciri watak yang diperlihatkannya secara lahir, konsisten, dan konsekuen dalam tingkahlakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda dari individu-individu lainnya.
Secara sosiologis makna kepribadian berarti tunggal bukan jamak, seperti dalam kalimat “si A memiliki kepribadian ganda” “si Minah mempunyai banyak kepribadian". Istilah kepribadian dalam kalimat tersebut salah, karena kepribadian seseorang mencakup semua karakteristik perilaku orang tersebut, yang benar adalah bahwa seseorang tidak mempunyai lebih banyak kepribadian dari yang lain, tetapi mempunyai kepribadian yang berbeda dari yang lain.
Definisi kepribadian dalam sosiologis sebagaimana dikemukakan oleh Yinger (dalam Horton, 1993), yang menyatakan bahwa kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan sistem kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi. Ungkapan sistem kecenderungan tertentu menyatakan bahwa setiap orang memiliki cara berperilaku yang khas dan bertindak sama setiap hari. Sedangkan ungkapan interaksi dengan serangkaian situasi menyatakan bahwa perilaku merupakan produk gabungan/ bersama dari kecenderungan perilaku seseorang dan situasi perilaku yang dihadapi seseorang.
Masyarakat dan kebudayaan merupakan perwujudan dari perilaku manusia. Kepribadian mewujdukan perilaku manusia, karena kepribadian merupakan latar belakang perilaku yang ada dalam diri seorang individu. Kekuatan kepribadian manusia bukanlah terletak pada jawaban atau tanggapan manusia terhadap suatu keadaan, akan tetapi terletak pada kesiapannya di dalam memberikan jawaban dan tanggapan.
Guna memahami kepribadian, perlu mengetahui bagaimana sistem kecenderungan perilaku berkembang melalui interaksi makhluk biologis dengan berbagai macam pengalaman sosial dan kultural/budaya.
Kepribadian merupakan organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku. Kepribadian menunjuk pada organisasi sikap-sikap seseorang untuk berbuat, mengetahui, berfikir, dan merasakan secara khusus apabila dia berhubungan dengan oranglain atau menanggapi suatu keadaan. Kepribadian merupakan abstraksi atau perwujudan dari individu dan kelakuannya sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan. Ketiga aspek tersebut mempunyai hubungan yang salng pengaruhmempengaruhi satu dengan yang lainnya, (Soekanto, 1990).
Kepribadian adalah organisasi faktor-faktor biologis, psikologisdan sosiologis yang mendasari perilaku individu (manusia) (Soekanto, 1990). Kepribadian mencakup kebiasaan-kebiasaan, sikap dan lain-lain, sifat khas yang dimiliki manusia yang berkembang apabila manusia tadi berhubungan dengan manusia yang lain.
Perspektif sosiologi, berpandangan bahwa seorang manusia akan menaruh perhatiannya pada perwujudan perilaku individu yang nyata pada waktu individu tersebut berhubungan dengan individu-individu yang lainnya. Wujud perilaku tersebut dinamakan dengan peranan, yaitu perilaku yang berkisar kepada pola-pola interaksi manusia.
Dasar pokok perilaku manusia adalah faktor-faktor biologis dan psikologis. Faktor biologis dapat mempengaruhi kepribadian secara langsung, misalnya seorang yang mempunyai badan (fisik) yang lemah kecenderungannya mempunyai sifat rendah diri yang tinggi, begitu juga sebaliknya. Beberapa faktor biologis yang mempengaruhi kepribadian manusia adalah sistem syaraf, watak seksual, proses pendewasaan, dan juga kelainan biologis. Sedangkan faktor psikologis yang dapat mem14 pengaruhi kepribadian manusia adalah unsur temperamen, kemampuan belajar, perasaan, keterampilan, keinginan, dan lain sebagainya (Soekanto, 1990). Kedua hal tersebut berinteraksi melalui proses belajar sosial atau biasa disebut dengan sosialisasi, dengan tujuan membentuk kepribadian manusia, inilah faktor sosial yang mempengaruhi kepribadian manusia.
Berbagai pengertian tentang kepribadian di atas, sejumlah ahli berpendapat bahwa kepribadian merupakan hakikat keadaan manusiawi. Kepribadian merupakan bagian dari individu yang paling mencerminkan atau mewakili pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa ia membedakan individu tersebut dari orang-orang lain, tetapi yang lebih penting adalah bahwa itulah dia yang sebenarnya.
Hal ini selaras dengan pandangan Allport yang menyatakan bahwa kepribadian merupakan susunan (organisasi) dinamis dari sistem psiko-fisik dalam diri individu yang memberikan corak yang khas (unik) dalam caranya menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dari perilaku sistem psiko-fisik yang khas dan menetap ini menimbulkan identitas yang menggambarkan kepribadian seseorang.
1. Unsur-Unsur Kepribadian
Menurut Koentjaraningrat (1986) unsur-unsur dari kepribadian meliputi: pengetahuan, perasaan dan dorongan hati.
a. Pengetahuan
Pengetahuan sebagai salah satu unsur kepribadian memiliki aspek-aspek sebagai berikut: penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi yang berada di alam sadar manusia.
Walaupun demikian, diakui bahwa banyak pengetahuan atau bagian dari seluruh himpunan pengetahuan yang ditimbun oleh seorang individu selama hidupnya itu, seringkali hilang dari alam akalnya yang sadar, atau dalam "kesadarannya," karena berbagai macam sebab. Walaupun demikian perlu diperhatikan bahwa unsur-unsur pengetahuan tadi sebenarnya tidak hilang lenyap begitu saja, melainkan hanya terdesak masuk saja ke dalam bagian dari jiwa manusia yang dalam ilmu psikologi disebut alam "bawah-sadar" (sub-conscious).
Pengetahuan individu di alam bawah sadar larut dan terpecah-pecah menjadi bagian -bagian yang seringkali tercampur satu sama lain dengan tidak teratur. Proses itu terjadi karena tidak ada lagi akal sadar dari individu bersangkutan yang menyusun dan menatanya dengan rapi walaupun terdesak ke alam bawah sadar, namun kadang-kadang bagian-bagian pengetahuan tadi mungkin muncul lagi di alam kesadaran dari jiwa individu tersebut.
Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Ada bermacam-macam hal yang dialami melalui penerimaan pancainderanya serta alat penerima atau reseptor organismanya yang lain, sebagai getaran eter (cahaya dan warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat-ringan), tekanan termikal (panas-dingin) dan sebagainya, yang masuk ke dalam sel-sel tertentu di bagian-bagian tertentu dari otaknya.
Di sana berbagai macam proses fisik, fisiologi, dan psikologi terjadi, yang menyebabkan berbagai macam getaran dan tekanan tadi diolah menjadi suatu susunan yang dipancarkan atau diproyeksikan oleh individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan tadi. Seluruh proses akal manusia yang sadar (conscious) tadi, dalam ilmu psikologi disebut "persepsi."
Penggambaran tentang lingkungan tersebut di atas berbeda dengan misalnya sebuah gambar foto yang secara lengkap memuat semua unsur dari lingkungan yang terkena cahaya sehingga ditangkap oleh film melalui lensa kamera. Penggambaran oleh akal manusia hanya mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal si individu, sehingga merupakan, suatu penggambaran yang terfokus pada bagian-bagian khusus tadi. Apabila individu tadi menutup matanya, maka akan terbayang dalam kesadarannya penggambaran yang berfokus dari alam lingkungan yang baru saja dilihatnya.
Bilamana penggambaran tentang lingkungan dengan fokus kepada bagian-bagian yang paling menarik perhatian seorang individu, diolah dalam akalnya dengan menghubungkan penggambaran tadi dengan berbagai penggambaran lain sejenis yang pemah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya dalam masa yang lalu, yang timbul kembali sebagai kenangan atau penggambaran lama dalam kesadarannya.
Penggambaran baru dengan pengertian baru seperti itu, dalam ilmu psikologi disebut apersepsi. Ada kalanya suatu persepsi, setelah diproyeksikan kembali oleh individu, menjadi suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian yang menyebabkan individu tertarik dan lebih intensif memusatkan akalnya terhadap bagian-bagian khusus tadi. Penggambaran yang lebih intensif terfokus, yang terjadi karena pemusatan akal yang lebih intensif tadi, dalam ilmu psikologi disebut "pengamatan."
Konsep adalah penggambaran abstrak tentang bagian-bagian dari berbagai penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan azas-azas tertentu secara konsisten. Dengan proses akal itu individu mempunyai suatu kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang abstrak yang sebenarnya dalam kenyataan tidak serupa dengan salah satu dari berbagai macam penggambaran yang menjadi bahan konkret dari penggambaran baru itu.
Fantasi adalah penggambaran tentang lingkungan individu yang ditambah-tambah dan dibesar-besarkan, dan ada yang dikurangi serta dikecil-kecilkan pada bagian-bagian tertentu; ada pula yang digabunggabungkan dengan penggambaran-penggambaran lain, menjadi penggambaran yang baru sama sekali, yang sebenarnya tidak akan pernah ada dalam kenyataan. Contoh menggambarkan ayam bertanduk, atau anjing yang bisa berbicara dan sebagainya.
Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep, serta kemampuannya untuk berfantasi, sudah tentu sangat penting bagi makhluk manusia. Ini disebabkan karena tanpa kemampuan akal untuk membentuk konsep dan penggambaran fantasi, teru-tama konsep dan fantasi yang mempunyai nilai guna dan keindahan, artinya kemampuan akal yang kreatif, maka manusia tidak akan dapat mengembangkan citacita serta gagasan-gagasan ideal; manusia tidak akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, dan manusia tidak akan dapat mengkreasikan karya-karya keseniannya.
No comments:
Post a Comment